In

UJIAN TESIS DAN DRAMA PERSALINAN

Lama sudah aku tidak menulis…

Cerita ini akan aku awali pada Januari 2012 lalu. Flash back, saat itu sesudah seminar proposal aku dapat hadiah membahagiakan; yup! Aku hamil.

8 month pregnancy

Selama menulis perbaikan proposal, penelitian, sampai ujian tesis dedek ku bawa bersamaku. Rutinitas kerja, PP Solo-Jogjakarta naik Prameks untuk bimbingan, dan PP Solo-Malang buat penelitian; semua ku jabahi demi lulus S2 dan mengajak dedek dalam kandunganku ikhtiar kalau bundanya masih sekolah. Harapanku saat itu, hanya ingin jadi ibu sekaligus mahasiswa yang baik. Kontrol ke dokter tiap bulan gak pernah telat, minum vitamin rutin, dan selalu makan makanan sehat. Jadi kalau mau ke Jogja gitu pasti heboh! Satu tas bawa naskah bimbingan, buku, dan laptop; di tas lain ada ransum bumil (crackers, buah, susu, dan roti). Udah gitu di kereta ada aja bapak-bapak atau mas-mas, yang ‘tega’ liat bumil berdiri gelayutan ato duduk lesehan beralas koran. Sementara mereka duduk manis sambil baca Koran (ough..!!). Semua itu aku jalani sampai usia kandunganku 7 bulan.

Di bulan ke 8 usia kandungan, riset selesai dan acc dosen pembimbing untuk segera ujian. Memang saat itu hampir semua teman-teman seangkatan, pada hectic pingin cepet-cepet ujian – it’s mean tidak ada uang SPP yang perlu dibayarkan lagi ^_^. Aku ujian tesis – tanpa didampingi siapapun- tanggal 7 Agustus 2012, dan Alhamdulillah lulus dengan seabrek revisi. Saat itu bertepatan dengan bulan puasa. Selang sehari berikutnya, my hubby jemput ke Jogja untuk pulang ke Malang dan mudik ke daerah bareng-bareng.

Drama Jelang Proses Persalinan

Hari raya idul fitri; hari kemenangan, bumil serasa merdeka makan segala macem kue, ketupat sayur yang lauknya banyak bersantan-santan. Akhirnya saat kembali ke Malang, aku terserang DIARE. Panik? Pasti. Tapi my hubby menenangkanku dan buatin teh pahit. Aku  bolak-balik kamar mandi lebih dari empat kali sehari, karena khawatir akhirnya kami cari referensi SPOG yang recommended dan dokternya perempuan. Soalnya selama ini aku periksa hamilnya kan di Solo. Akhirnya pilihan kami jatuh ke dokter Prita di Permata Bunda – Soekarno Hatta Malang. Sama dr. Prita aku diperiksa USG dan katanya air ketubanku sedikit dan sebagian keruh. Nah loh! Apa gak tambah panik rasanya. Lalu dilakukan observasi, mulai dari CTG (memantau gerak janin), makan yang mengandung elektrolit (degan, kacang hijau, dan madu), sama dikasih antibiotik khusus bumil (harganya lumayan mahal -_-‘). Setelah beberapa hari, kami diminta kontrol lagi ke Hermina – Jl. Tangkuban Perahu Malang; masih dengan dr. Prita. Dilihat lagi, ternyata air ketubanku belum juga nambah. Khawatir ada air ketuban yang merembes, dicek juga pakai kertas lakmus tapi hasilnya juga nihil – tidak ada air ketuban keluar atau merembes. Akhirnya kami disarankan untuk cek laboratorium, dengan USG Dopler.

Saat panik gitu, aku inget punya saudara yang lagi PPDS Radiologi. Aku ceritakanlah kondisiku, dan dia langsung heran kok pakai USG Dopler? Bukan USG 4D? aku jawab sesuai alasan dr. Prita menyarankan USG jenis tersebut. Saudaraku itu masih bingung, dan akhirnya dia membuka diskusi dengan teman-temannya yang juga sedang PPDS baik dari Radiologi ataupun Obgyn. Semua menyatakan hal yang sama KENAPA USG DOPLER? Nah loh! Para calon dokter spesialis aja bingung gimana aku?. Akhirnya dengan disperate, aku USG Dopler juga dan hasilnya saya smskan ke dr. Prita. Saran beliau saat itu, lebih aman bagi ibu dan bayi kalau secepatnya SC (Sectio/ Operasi Caesar), dan dipantau di rumah sakit. Wah, sudah disperate, bingung, takut, campur jadi satu. Padahal sejak awal aku sudah pede bakalan lahir normal, IMD (Inisiasi Menyusui Dini), dan menikmati setiap prosesku become the real mom.

Keputusanku dengan hubby, kita cari second opinion. Kalau memang harus SC aku ingin di Tulungagung aja, dekat sama mama di kota asalku. Akhirnya kita boyongan ke Tulungagung. Padahal sebelumnya semua perlengkapan bayi sudah kita angkut ke Malang waktu lebaran.

Hal pertama yang kita lakukan begitu sampai di Tulungagung, mencari rekomendasi dokter obgyn yang bagus. Akhirnya pilihan kita jatuh ke dr. Fatchurrahman, SPOG. Antrean di tempat praktek dokter itu panjangnya menggila. Aku baru dipanggil jam setengah sepuluh malem. Itupun masih banyak yang antri sesudah aku.

Percakapanku dengan dr. fatchur:
(Sambil lihat di layar USG)
dr                     : Bagus kok, nggak ada masalah. Mau ngintip kelaminnya gak?
Aku (A)           : iya dok (meskipun sebenernya sudah tahu)
dr                     : cowok ini  
A                     : dari USG ini bisa dilihat air ketubannya keruh nggak dok?
dr                     : USG seperti ini nggak bisa buat deteksi air ketuban keruh atau bening.
A                     : (akhirnya aku cerita sebenarnya dan menyerahkan hasil lab terakhir ke dokter itu)
Sambil mengamati hasil USG Dopler
dr                    : loh, ini nggak ada masalah… hasilnya bagus gini kok
A                     : ada kemungkinan saya SC nggak dok?
dr                    : loh kenapa musti SC? Lha keadaan ibu dan bayinya bagus gini kok
A                     : kira-kira air ketuban saya ini cukup nggak dok sampai nanti proses lahiran?
dr                    : cukup atau nggaknya bukan saya yang nentukan tapi Tuhan. Bisa cukup bisa juga tidak. Gini lo, kalau ibu semangat untuk bisa melahirkan normal Insyaallah bisa normal. Ada tiga syarat melahirkan normal. Pertama, panggul ibu cukup untuk keluar bayi, kedua ukuran bayi tidak terlalu besar, dan yang ketiga semangat si ibu untuk bisa melahirkan normal.
Saat itu juga aku merasa plong!
dr                    : kalau sampai tanggal 18 September nanti (2012) belum ada kontraksi kesini lagi ya?

Aku mengiyakan, berterimakasih, dan pergi dengan lega. Tapi tetep… berdoa gak ada putusnya.

Mungkin ini adalah kemudahan yang diberikan Tuhan buat keluarga kami. Tanggal 11 September malam, kandunganku sudah sering kontraksi. Tanggal 12 September pukul 11 siang aku pergi ke bidan dekat rumah, karena kontraksi yang semakin sering. Dicek sama bidannya ternyata sudah bukaan satu. Alhamdulillah prosesnya cepat, dan jam tujuh malam Yitzhak Amirullah Sahri lahir di dunia ini. Tidak ada operasi, berarti tidak ada pisau bedah, tidak ada bius, dan aku langsung bisa memeluk Yitzhak begitu dia lahir. Subhanallah…

Informasi dari bidan yang membantu persalinanku, air ketubanku ternyata masih sangat banyak. Bahkan setelah bayi sudah lahir, masih banyak yang keluar. Menurut bidan, air ketubanku bersih, tidak bau, dan tidak ada masalah apa-apa. Tudak berhenti aku mengucap syukur… Alhamdulillah ya Allah, engkau telah memudahkan jalan kami.

Oh ya… sebelum aku masuk ke ruang bersalin aku masih sempat merevisi tesis dan mengirimnya ke dosen penguji dan pembimbingku lo… hahaha! Usaha lah ya, biar dua-duanya dapet… So nggak ada alesan utuk yang kuliahnya lama, ngerjain tesis gak selese-selese.. emak-emak hamil aja bisa kok.. Semua pasti ada jalan kalau kita punya kemauan kuat. Insyaallah… ^_^b.

ini foto-foto Yitzhak new born






Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

Flickr

Subscribe