In

Balada Salah Makan dan BPJS

Akhirnya ngerasain nginep juga di "hotel" UMM
Selebrasi Yudisium Fisip hari Sabtu (17/10) lalu, cukup mengesankan. Para mahasiswa yang ku dampingi mulai awal semester, kini sudah memasuki babak baru. Yah, waktu memang berjalan begitu cepat. Well, kembali ke Sabtu kemarin. Saking senangnya lihat mahasiswa-mahasiswiku lulus, aku lupa kalau pola makanku sudah mulai tertata cantik. No rice, just oat, vegetables, fruits, n protein. Gak pernah makan pedes lagi. Pokoknya makanku sudah tertata cantik sekali, tanpa depresi. Konsumsi acara Yudisium yang disediakan cukup menggiurkan. Nasi Padang!. OMG nasi Padang.. Tanpa ba bi bu, langsung santap si nasi Padang yang sudah “memanggil-manggil” namaku. Halah!. 

Aku lupa kalau perutku belum terkondisikan dengan makanan normal lagi. Setelah makan,kondisiku  masih sangat prima. Masih bisa bercanda dan mengerjakan beberapa pekerjaan. Bahkan Sabtu  sore-nya masih sempat nongkrong di kedai Coklat Klasik dekat rumah, bareng Yitzhak dan teman2 kantor. Keanehan mulai muncul di Minggu dini hari, sekitar pukul 03.00 pagi. Aku “dipaksa” bangun oleh perut yang melilit. Sekitar setengah jam berada pada kondisi itu, akhirnya pingin BAB juga. Nah (Sorry, i just want to share).. Ternyata Bab-nya juga Gak seperti biasa. Bisa dibilang lebih parah dari diare.

OK, aku hanya ingin nunggu dulu. Siapa tahu bentar lagi sembuh. Mulailah aku bangunin suami, minta dibikinkan teh pahit kentel, untuk diare. Just to inform, keluarga kami kalau sakit jarang banget pakai chemical medicine. Diare obatnya ya teh pahit, batuk pilek ya tinggal rebus Sereh campur madu, kalau panas sebelum 39 derajat Celcius ya Paracetamol-nya gak boleh masuk. Ya gitu deh pokoknya. Bukan karena ngirit, tapi karena aku betul2 mencintai keluarga. Bayangkan aja kalau kita dikit2 minum obat, pilek dikit obat, batuk dikit obat, panas dikit obat... Hampir bisa dipastikan, si virus/bakteri bakalan balik lagi nyerang  tubuh dalam waktu dekat. Dan antibodi tubuh kita? Gak bakal bisa nangkis. Jalan keluarnya? Dosis yang lebih tinggi dan tinggi lagi. Secara tidak langsung, akhirnya kita membuat keluarga kita kecanduan obat. Efeknya??? Ngeriiii... (Silakan Googling sendiri ya..). 

Minggu siang diare sudah tuntas, tapi perut masih aja melilit. Semakin jam semakin sakit. Akhirnya aku memutuskan untuk ke IGD RS. UMM. Di IGD, langsung ditangani oleh dokter jaga. Setelah diperiksa,  Dokternya bilang ini jelas masalah lambung. Lalu ditawari mau obat minum atau injeksi?. Dalam hati Gak mau dua-duanya, maunya diplester aja (loh! ðŸ˜ª) Well akhirnya suamiku memutuskan diinjeksi aja, biar efeknya langsung. OK lah.. Dengan masih melilit, aku diminta tiduran dulu di IGD selama satu jam. Selain untuk melihat ada efek alergi atau tidak, juga untuk melihat efek ke lambungnya. Satu jam berlalu, perutku masih sama aja. Masih super sakit. Bu dokter jaga akhirnya memberi dua opsi. Pertama, langsung dirawat inap. Kedua, pulang dulu diminum obatnya kalau masih sakit ke RS lagi untuk dirawat inap.


Di scene ini, drama dimulai. Aku ingin mengaktifkan BPJS, Karena memang RS. UMM melayani BPJS juga. Tapi Asuransi ini bisa aktif kalau aku rawat inap. Waktu itu kami memutuskan untuk rawat jalan saja, dan biaya obat tidak dicover. Diberikan resep oleh dokter IGD dan langsung tebus resep di apotek RS. UMM. Setelah bayar obat di kasir, kondisiku semakin parah. Jalan saja sudah tidak kuat. Suamiku konsultasi lagi dengan dokter IGD, dan akhirnya menyarankan untuk langsung rawat inap. 

Pada proses mengurus berkas rawat inap dan kamar, kami menemui masalah. Kamar untuk kelas dua sesuai dengan klaim BPJS, sedang penuh. Yang ada tinggal kelas satu. Setelah agak lama pihak RS. UMM berdiskusi internal, aku akhirnya diberikan fasilitas kamar kelas satu. Tapi ini sifatnya sementara saja, sampai ada tempat di ruang kelas dua dan aku akan dipindahkan ke ruang kelas dua. Dalam kasus ini aku tidak menambah bayar apapun. Ini servis rumah sakit terbaik yang pernah ku alami. Bahkan uang pendaftaran dan obat yang sudah kami bayarkan pun turut dikembalikan pihak rumah sakit. It’s the best service i ever had. Mana pelayanannya juga cepat betul, jadi aku yang sakit merasa diutamakan banget.


Perawat, ahli gizi, dokter jaga, dokter spesialis, sampai resepsionis disini betul-betul ramah dan bersahabat. Ini bukan advertorial atau testimoni. Tapi benar-benar luapan bahagiaku dirawat dengan baik dan diberikan servis terbaik diskni. 

Perawat juga memberikan konseling bagi para pasien. Mereka menganggap bahwa tidak semua orang sakit hanya disebabkan faktor patologis, tapi juga psikologis. Aku sempat ditanya, kenapa bisa sampai sakit begini. Ku bilang karena program diet. Terus dibilang-bilangin gitu sama perawatnya. Hehe, sebenarnya not really true sih.. Soalnya fatalnya kondisiku kali ini bener2 karena salah makan saja. 
Selama di RS, makanan yang disediakan juga cukup enak kok..
Diagnosa internist-nya, aku kena pendarahan lambung. Cek darah dan observasinya betul-betul dilakukan dengan profesional (baca: cekatan, cepat, dan tepat). Pasang infus juga dilakukan dengan hati-hati dan cepat. Hingga hari ke dua di RS. UMM, tidak ada yang menjaga aku, kalau pasien lain yang jagain sekampung.. Hehe. Aku bisa mengandalkan perawat secara penuh disini. 

Oya disini aku juga jadi lebih religius😇, kan program tv ðŸ“ºyang ada di setiap kamar banyak yang tentang Mekkah dan Muhammadiyah. Mungkin sakit kali ini sekaligus peringatan juga, supaya aku lebih tertib ibadah. Ilmu dan Hidayah kan datangnya bisa dari mana aja (hiaaa.... hehehe!). Diambil positifnya aja.. ðŸ˜‹

Sampai hari terakhir di RS, aku tetap diperlakukan super. Sampai sudah hampir pulang, ada pergantian shift perawat pun aku masih dikasih tahu... Semoga pelayanannya akan terus bisa gini ya...

Well, Segitu dulu ya ceritanya masih harus istirahat soalnya... hehehe!

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

Flickr

Subscribe