In

BERUSAHA MEMBERIKAN YANG TERBAIK


26 Juli 2013 (baru sempat posting juga, hehe!)

Di usia 10 bulan ini, Yitzhak – my li’l scientist – masih tetap makan tanpa tambahan gula dan garam. Enam bulan pertama dia lulus ASI eksklusif, selanjutnya MPASI rumahan ku terapkan dengan ketat. Syukurlah dia juga enjoy.
Makan pertama Yitzhak (usia 6 bulan): serelia buatan Bunda
Hari ketiga di rumah mertua, banyak yang ku bicarakan dengan ibu mertua. Kesimpulannya, aku sudah harus memberikan nasi tim ke Yitzhak. Sebelumnya, memang pernah ku buatkan nasi tim. Tapi dia belum  bisa nelan, karena belum tahu konsep mengunyah dan nasi terlalu lengket di mulutnya. Saat ini mungkin memang sudah saatnya ngasih nasi tim. Masukan bagus pikirku, meski gigi geliginya belum ada yang nongol satu pun.
Aku bicara jujur ke ibu mertua, kalau nggak bisa bikin nasi tim. Akhirnya mertuaku yang membuatkan nasi tim. Sebelumnya kita sempat diskusi soal memberi gula dan garam pada makanan bayi. Aku tetap keukeuh no gulgar sampai 1 tahun, dengan berbagai macam argumen. Tapi ibu mertuaku tetap ngotot dan bilang nggak akan kenapa-napa, toh sudah 10 bulan ini. Ya memang gulgar bukan racun, tapi untuk jangka panjang anakku, that’s a big big NO!.

Nasi tim sudah jadi (made in mertua). Daun bayam, tempe dan hati ayam kampung sudah ku kukus secara terpisah. Tinggal memberikan menu baru dan tekstur baru ini ke Yitzhak. Suapan pertama, dia masih ngerasa biasa aja. Suapan kedua dia mulai ngernyit. Di suapan ke tiga, dia mulai menyembur-nyembur makanan dan akhirnya menolaknya sama sekali. Aku nggak bisa ngerasain makanan Yitzhak karena sedang puasa. Dia nggak biasanya nyemburin makanan. Paling pol kalau sudah kenyang, dia nggak mau buka mulut, dan aku tidak pernah memaksakan makanan masuk ke mulut mungilnya saat dia sudah seperti itu. Time for luch; tidak jauh berbeda. Dia betul-betul menolak makanan yang ku beri.  Makanan masih sisa banyak sekali, saat meluncur ke tong sampah. Sanyang banget lihatnya. Kondisi seperti ini, analisaku hanya pada bayam dan tempe yang baru pertama kali dia rasakan serta tekstur nasi tim yang kasar. Sebelumnya, Yitzhak makan dengan karbo, sayur dan protein hewani (daging ayam atau ikan air tawar) yang ku blender bersama.

Setelah sholat dzuhur, kami sekeluarga (mertua, suami, aku dan Yitzhak) berkumpul di ruang tengah sambil ngobrol dan nonton tv. Tiba-tiba ibu mertuaku tanya, gimana tadi Yitzhak mau makannya?. Aku mengangguk saja , meski sebenarnya dia makan sedikit dengan drama nyembur makanan (lebai ya bahasanya.. ^_^). Suddenly, ibu mertuaku bilang kalau nasi timnya tadi dicampur dengan sedikit garam. Biar ada rasanya katanya. Huuaa… kaya disambar petir, pingin marah!. Tapi berusaha ku tahan dan bilang ‘loh bu kan belum boleh, belum satu tahun’. ‘Alah,sudah 10 bulan tu sudah gak papa’. Beliau tetap pada pendiriannya. Aku merasa ada privasi asuh anak yang dicampuri. Saat itu aku hanya diam, menunjukan protesku ke beliau.

Aku panggil suamiku ke kamar. Aku bicara empat mata soal konsistensi memberikan makanan yang terbaik untuk Yitzhak. Dia bilang nggak ngerti soal ibu ngasih garam. Tapi inti persoalannya bukan itu. Aku ingin suamiku juga tegas dan konsisten soal makanan yang masuk ke mulut Yitzhak. Termasuk memberikan pengertian ke ibunya soal ini. Setelah bicara panjang lebar akhirnya dia mengerti. Dengan beberapa catatan jalan keluar.

  • ·         Yitzhak kalau lihat ada orang makan, pasti teriak pingin ngambil makanan itu à Solusi: biar tidak diberi makanan sembarangan, aku harus menyediakan fingerfood sehat buat dia.
  • ·         Saat mulai siang, dia rewel (indikasi lapar, meski tidak selalu) à Solusi: supaya tidak disangka orang lain lapar dan akhirnya dikasih makan sembarangan, mulai sekarang Yitzhak makan tiga kali sehari.

 Ya semoga ini menjadi pelajaran berharga sebagai upaya bunda memberikan yang terbaik untuk Yitzhak.. love Yitzhak so deep! ^_^

Related Articles

0 komentar:

Flickr

Subscribe