In

It’s Hard Being a Woman


Banyak hal yang aku lalui sesudah menjadi isteri sekaligus ibu. I’m not a girl anymore. Pagi hari bagun, hal pertama yang aku lakukan adalah menyiapkan keperluan anakku. Membuatkan nasi tim, sayur dan lauknya tanpa tambahan gula garam, menyiapkan mandi, lalu menyuapinya sarapan pagi. Then, Yitzhak dipegang my hubby. Di saat yang sama aku melanjutkan pekerjaanku. Masak. Usai masak, membacakan cerita untuk Yitzhak sambil nenenin.

Itu sekedar hard skill ku sebagai bunda. Sementara soft skill yang dibutuhkan mungkin lebih panjang dari daftar pelamar CPNS. Aku harus membentuk karakter anakku seperti apa. Dalam hal ini orang tua adalah arsitek. Rancang bangunnya harus dipersiapkan dan dipikirkan dengan matang. Jika kelak ingin anak kita sukses. Tentunya disertai berdoa kepada Allah.

Memikirkan semua hal diatas (dan mungkin masih banyak matter yang belum disebutkan) membuat aku sebagai bunda baru sering mengalami stress. Apa lagi awal pasca melahirkan. Saat aku sering bergadang untuk nenenin Yitzhak setiap 3 jam. Rutinitas baru itu membuat kondisiku lemah dan psikologisku juga terganggu karena merasa belum siap dengan segala konsekuensinya. Many people say that’s baby blues.

Siapa bilang jadi perempuan itu gampang? Paparan diatas hanya kicauan singkat. Bagaimana dengan ibu yang bekerja, dan tetap memberikan ASI Eksklusif pada anaknya?. Jangan hanya bicara anak lah. Kewajiban isteri kepada suami akan seperti apa?. Kalau ada asisten rumah tangga (ART), baby sitter, atau oma yang bisa jagain anak kita mungkin semua akan terasa lebih ringan. Tapi kalau tanpa semua bantuan tersebut?. Butuh perempuan cerdas untuk membangun sebuah keluarga yang sukses. Ibu yang baik, dan isteri yang cakap.

Saya sering merasa berat menjalani semua ini. Masak, nyuci, nyetrika, beresin rumah, dan ngurus anak suami semua saya lakukan sendiri. Tanpa bantuan siapapun. Awal menjalani semua ini, badan sering capek gak keruan, nangis mojok sendiri di kamar, dan mengadu sama Allah. Kenapa aku diberi porsi seperti ini sekarang. Saat masih single, nyuci bajau sendiri nggak pernah, beres-beres juga semaunya. Sementara sekarang hidupku berbalik 180 derajat.
keluarga kecilku, saat perayaan lebaran kemarin

Aku suka sekali membaca. Tapi di rumah sekarang, buku aja nggak genap sepuluh biji. Hal ini juga yang membuat aku depresi berat. Buku, novel, dan musik itu candu buat aku; dan sekarang sama sekali jauh.
Terkadanga ada perasaan marah. Studi lanjut ku selesaikan dengan excellent, tapi kenapa aku harus seperti ini.

Tapi hari ini, aku memiliki hari yang indah. Sungguh. Di awal hari, my hubby memutarkan lagu saat kita masih PDKT dulu. Sebetulnya itu tidak sengaja, tapi cukup membuatku sadar, dan recharge. Apa yang membuatku memilihnya dulu.

Itu semua membayar capek, keluh, dan semua yang selama ini belum bisa aku terima. Aku sadar, untuk tidak boleh terus terpuruk dalam kesah yang tak berujung. Aku sadar bahwa inilah hidup yang harus dijalani. Inilah real life dalam pernikahan. Melihat tawa Yitzhak, aku tak lagi bermimpi. Tapi tetap bercita-cita dan berusaha pasti. Terimakasih my hubby, Yitzhak- my li’l warrior kalian membuat hidupku lebih berarti. Hari ini, aku merasa seperti masuk dalam labirin waktu dan berhenti pada happiness hole… ^_^.

Related Articles

0 komentar:

Flickr

Subscribe